JAKARTA.
Indonesia saat ini telah menjalin kerja sama dengan sejumlah negara untuk perjanjian pengindahan pajak berganda (P3B). Dalam praktiknya P3B dapat berupa multilateral instrument (MLI) atau renegosiasi bilateral.Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) John Hutagaol menyampaikan MLI dan renegosiasi bilateral P3B adalah berbeda mekanisme atau prosedurnya dan cakupan perubahannya tetapi tujuannya sama yaitu amandemen P3B.MLI atau Multilateral Convention to Implement Tax Treaty Related Measures to Prevent Base Erosion and Profit Shifting merupakan mekanisme multilateral untuk amandemen satu atau lebih P3B secara efisien dan efektif.
Ini dilakukan serentak untuk menyesuaikan dengan ketentuan BEPS Aksi 2, 6, 7 dan 14 dengan tujuan mencegah praktik aggressive tax planning yang dapat menggerus basis pemajakan suatu negara.MLI ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, terbitnya Perpres 77 2019 dimaksudkan untuk meratifikasi Multilateral Instrument (MLI) yang telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada tanggal 7 Juni 2017 di Kantor Pusat OECD, Paris, Prancis.Ketentuan tersebut akan segera berlaku efektif tiga bulan setelah ratifikasi disampaikan ke OECD. Dari 47 yurisdiksi yang tercantum dalam Perpres 77 ada 19 yurisdiksi yang telah meratifikasi MLI-nya dengan Indonesia antara lain Australia, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, India, Inggris, Jepang, Kanada, Luksemburg, Polandia, Prancis, Rusia, Selandia Baru, Serbia, Singapura, Slovakia, Swedia dan Uni Emirat Arab.
Sementara itu, dalam catatan OECD terdapat 93 yurisdiksi yang telah menandatangani MLI dan diprakirakan terdapat lebih dari 3.000 P3B.Ini akan diamandemen dan disesuaikan dengan standar dan norma pajak internasional melalui skema MLI. Selanjutnya masing-masing anggota yurisdiksi yang sudah menandatangani MLI mengusulkan P3B-nya yang akan diamandemen ke OECD dan kemudian dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi.Terkait dengan MLI, pada tahap pertama Indonesia mengusulkan 47 P3B untuk diamandemen melalui skema MLI. Dari 47 P3B tersebut ada 19 P3B yang sudah diratifikasi di masing-masing yurisdiksi sesuai dengan ketentuan domestiknya.“Tahap kedua akan ada 23 P3B baru yang akan diajukan oleh Indonesia. Mengenai substansi pembahasan akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing yurisdiksi anggota,” kata John kepada Kontan.co.id, Rabu (5/2).
John menyampaikan perluasan P3P lewat MLI penting dilakukan karena dinilai sebagai instrumen multilateral yang menawarkan suatu terobosan prosedur amandemen P3B yang lebih sederhana, mudah dan transparan ketimbang prosedur konvensional yang mengadopsi standar dan norma anti BEPS.“Sehingga amandemen atas lebih dari satu atau banyak P3B dapat dilakukan secara serentak dan sekaligus. Tidak perlu dilakukan secara konvensional yaitu renegosiasi bilateral P3B secara individu yang memerlukan waktu yang lama dan menghabiskan sumber daya yang besar baik tenaga, waktu, dan dana,” kata John“MLI melengkapi cara mengamandemen P3B selain yang cara konvensional yang dikenal selama ini yaitu bilateral renegosiasi P3B,” kata John kepada Kontan.co.id, Rabu (5/2).
Sementara itu, bilateral renegosiasi P3B merupakan cara konvensional dalam mengamandemen suatu P3B dan cakupannya lebih luas dan fleksibel sesuai kebutuhan kedua negara. Cakupannya misalnya perubahan atas ketentuan dan tarif pajak passive income dividen, bunga, dan royalti. Sebagai gambaran kemarin pemerintah mengumumkan Indonesia dan Singapura akhirnya menyelesaikan bilateral renegosiasi P3B. Negosiasi yang berjalan sejak Juni 2015 itu diharapkan mampu memuluskan aliran investasi Singapura ke Indonesia.Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam hal ini merancang tarif pajak royalty turun dari 15% menjadi dua lapis yakni 10% dan 8%. Selanjutnya, tarif branch profit tax dari 15% menjadi 10%.
Comments